05 January, 2012

Tidak Masuk Syurga Jika Ada Sombong, Walau Sebesar Biji Sawi

السلام عليكم ورحمة الله وبركات

Oleh : ustadz Ahmad Sarwat, Lc

Seorang Al-Albani ketika membaca Quran dan Sunnah, lalu dia pun berjtihad dengan pendapatnya. Apa yang dia katakan tentang Quran dan Sunnah, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu dia sendiri. Sumbernya memang Quran dan Sunnah, tapi apa yang dia sampaikan semata-mata lahir dari kepalanya sendiri.

Sayangnya, para pendukung Al-Albani diyakinkan bahwa yang keluar dari mulut Al-Albani itulah isi dan makna Quran yang sebenarnya. Lalu ditambahkan bahwa pendapat yang keluar dari mulut para ulama lain termasuk pada imam mazhab dianggap hanya meracau dan mengada-ada. Naudzu billahi min dzalik.

Disinilah letak ketidak-adilan para pendukung Al-Albani. Seolah-olah mereka mendudukkan Al-Albani sebagai orang yang paling mengerti dan paling tahu isi Quran dan Sunnah. Apa pun yang dikatakan Al-Albani tentang pengertian Quran dan Sunnah, dianggap kebenaran mutlak. Sedangkan kalau ada ulama lain berbicara dengan merujuk kepada Quran dan Sunnah juga, dianggap sekedar ijtihad dan penafsiran. 

Padahal kapasitas Al-Albani yang sebenarnya bukan ahli tafsir, juga bukan ahli fiqih. Bahkan sebagai ahli hadits sekalipun, banyak para ulama hadits di masa sekarang ini yang masih mempertanyakan kapasitasnya. Sebab secara tradisi, seorang ahli hadits itu idealnya punya guru tempat dia mendapatkan riwayat hadits. Al-Albani memang tidak pernah belajar hadits secara tradisi lewat perawi dan sanad, sebagaimana umumya para ulama hadits. Al-Albani hanya sekedar duduk di perpustakaan membolak-balik kitab, kemudian tiba-tiba mengeluarkan statemen-statemen yang bikin orang bingung.

Al-Albani adalah tokoh hadits yang cukup kontroversial. Setidaknya menurut sebagian kalangan. Baik di kalangan ulama hadits sendiri, apalagi . di kalangan ulama fiqih. Tetapi yang menarik, Al-Albani memang sangat produktif dalam menerbitkan buku. Dan dahsyatnya, buku-buku karyanya memang cukup menghebohkan dunia ilmu syariah.

Selama ini para ulama dan ahli ilmu kebanyakan hanya diam saja dan tidak terlalu menanggapi ulah Al-Albani. Dan hanya sedikit ulama yang secara serius menanggapi dan meladeninya. Salah satunya yang pernah langsung menghadapinya adalah Dr. Said Ramadhan Al-Buthy.

Menurut Al-Albani, semua orang haram hukumnya merujuk kepada ilmu fiqih dan pendapat para ulama. Setiap orang wajib langsung merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Dan untuk memahaminya, tidak dibutuhkan ilmu dan metodologi apa pun. Keberadaan mazhab-mazhab itu dianggap oleh Al-Albani sebagai bid’ah yang harus dihancurkan, karena semata-mata buatan manusia.

Tentu saja pendapat seperti ini adalah pendapat yang keliru besar. Ilmu fiqih dan mazhab pada ulama yang ada itu bukan didirikan untuk menyelewengkan umat Islam dari Al-Quran dan As-Sunnah. Justru ilmu fiqih itu sangat diperlukan sebagai metodologi yang istimewa dalam memahami Quran dan Sunnah.

Menurut Dr. Said Ramadhan Al-Buthy, kedudukan ilmu fiqih kira-kira sama dengan kedudukan ilmu hadits. Keduanya tidak pernah diajarkan secara baku oleh Rasulullah SAW. Ilmu hadits atau juga dikenal dengan ilmu naqd (kritik) hadits, juga merupakan produk manusia, hasil ijtihad, bukan ilmu yang turun dari langit.

Tapi dengan ilmu hadits, kita jadi tahu mana hadits yang shahih, mana hadits yang dhaif dan mana hadits yang maudhu’. Padahal yang menyusun ilmu hadits itu bukan Rasulullah SAW, juga bukan para shahabat, tetapi para ulama dengan ijtihad mereka.

Ketika menetapkan syarat-syarat hadits shahih agar bisa dimasukkan ke dalam kitab As-Shahih, sesungguhnya Al-Bukhari juga sedang berijtihad. Dan kita umat muslim sedunia mengikuti ijtihad beliau dan menggunakan syarat-syarat yang beliau tetapkan.

Maka ketika Al-Imam Asy-Syafi’i yang lahir jauh sebelum zaman Bukhari meletakkan syarat dan aturan dalam mengistimbath hukum dari Quran dan Sunnah, lalu mendirikan ilmu Ushul fiqih, sebenarnya beliau telah berjasa besar kepada umat Islam. Sama dengan Al-Bukhari yang juga berjasa agar umat Islam tidak salah dalam memilih hadits.

Demikian juga ketika Abu Hanifah menetapkan dasar-dasar istimbath hukumnya, agar setiap orang tidak asal main qiyas begitu saja, sebenarnya ilmu yang beliau tetapkan itu sangat bermanfaat buat umat Islam. Sama dengan Al-Bukhari yang juga berijtihad agar umat Islam tidak jatuh ke dalam hadits palsu atau lemah.

Kalau kita tidak sanggup berijtihad sendiri, mana yang lebih baik kita ikuti imam yang bergaul dengan Salafush Sholeh atau imam yang mengaku mengikuti Salafush Sholeh ?

Prinsipnya tidak ada satupun ulama yang melarang menjadi imam mujtahid atau mengangkat seseorang menjadi imam mujtahid namun hasil ijtihad pergunakanlah untuk diri sendiri dan kaum. Jangan paksakan untuk diikuti oleh umat muslim yang lain atau mensesatkan ulama-ulama dengan ijtihad yang lain.

Marilah kita upayakan bersama-sama penjernihan (tashfiyah), pembersihan (tanqiyah), saling mengingatkan, mengoreksi, dan dengar pendapat (murooja’ah), berusaha saling memahami (mufaahamah), dan mengadakan dialog (muhaawaroh) dengan memegang satu prinsip bahwa kebenaran yang haq adalah satu namun upaya pemahaman itu bisa beragam tergantung karunia Allah akan pemahaman agama yang dikaruniakan kepada setiap hamba Allah. Allah lah yang membimbing kita. Allah yang tahu makna segala firmanNya.

Hal yang sangat kami hindarkan adalah merasa lebih baik atau merasa lebih suci dibandingkan saudara-saudara muslim lainnya.

Tiada masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan. kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim)

Bayangkan karena meremehkan saudara muslim kita yang lain maka pupuslah segala amal ibadah yang kita lakukan , pupuslah upaya penegakkan tauhid yang kita lakukan karena tidak akan masuk surga!

Kita tidak pernah tahu kadar ketaqwaan seorang muslim. Allah sajalah yang tahu. Namun kita bisa lihat mereka dari akhlak mereka, karena tujuan akhir agama adalah akhlak!

Rasulullah mengatakan “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).

Kami berupaya memahami apa sebenarnya dibalik perintah dan larangan Allah ta’ala. Semua itu kami dapatkan dalam tasawuf atau tentang ihsan agar dapat menjadi muhsin atau muslim yang sholeh.

Dengan akhlak yang sesuai dengan Al-Qur'an dan hadits maka kita bisa berkumpul dengan para nabi, shiddiqiin, syuhada


Ya Allah, Tuhan Kami

Kumpulkan kami di dunia dengan orang –orang yang shaleh (sholihin) dan kumpulkan kami di akhirat dengan para nabi, shiddiqiin, syuhada dan sholihin.